REVISI WANITA DAN
KONSTRUKSI KECANTIKAN
Wanita dan Berdandan
Wanita adalah makhluk yang dianugerahkan cantik oleh Tuhan. Untuk
merepresentasikan diri sebagai wanita yang cantik banyak hal yang dilakukan
oleh seorang wanita. Salah satu mainstream yang dilakukan oleh seorang
wanita adalah melalui berdandan dengan berbagai varian make up. Setelah
tampil menggunakan make up, wanita akan tampil lebih percaya diri
dihadapan banyak orang.
Sebagai seorang wanita saya mengamini hal tersebut,
karena mengakui beberapa keajaiban make up yang membuat muka saya terlihat
segar dan tidak pucat. Namun demikian, kendati merasakan kebermanfaatan make
up, tidak lantas membuat saya meyakini bahwa kecantikan tergantung pada make
up yang kita gunakan.
Make up bagi wanita
Indonesia sudah sangat melekat seperti garam pada sayur asam. Karena wanita
percaya bahwa dengan menggunakan make up, maka dapat mengeluarkan aura
kecantikan diri. Hal inilah yang membuat industri kosmetik di Indonesia menjadi
bisnis yang sangat prospektif dan mempunyai laju perumbuhan yang sangat pesat
(Kemenprin,2016)
Konstruksi
Cantik
Konstruksi
kecantikan yang ada saat ini adalah konsep kecantikan menurut media yang
didalangi oleh perusahaan kosmetik. Indusrtri kosmestik telah menjual brand
“kecantikan” yang sebenarnya tidak sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia. Sekarang,
budaya masyarakat mengenai konsep kecantikanpun telah bergeser akibat pengaruh
konsep kecantikan media.
Masyarakat khususnya wanita di Indonesia cenderung setuju
dengan konsep kecantikan yang media sampaikan, di mana cantik itu harus bermake-up
dengan bibir sensual karena menggunakan lipstik, bulu mata palsu yang cetar
membahana, alas bedak yang waterproof dan lain-lain. Kecantikan yang dipadu dengan polesan make up membuat citra
bahwa wanita itu sedang menunjukan eksistensi dirinya agar diakui sebagai
wanita yang cantik di mata masyarakat.
Filosofi “saya berfikir maka saya ada”
sudah tidak relevan lagi dikaitkan dengan wanita indonesia untuk menunjukan
eksistensi diri. Namun “saya memakai make-up maka saya ada” bisa
dikatakan relevan sesuai dengan realita wanita Indonesia sekarang yang
menunjukan eksistensi diri agar diakui melalui penggunaan make up.
Kecantikan Relatif
Berdasarkan
hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa saat ini kecantikan tidak lagi
bersandar pada konsep kecantikan yang relatif di mana ukuran cantik itu sendiri
berbeda satu dengan yang lainnya. Kecantikan telah dikonstruksi oleh media yang
merubah paradigma cantik pada wanita Indonesia.
Hasilnya, cantik menjadi sesuatu yang homogen,
tergantung bagaimana seorang perempuan lihai memakai make up untuk
mengurangi kekurangannya dan tampil seolah
sempurna.Padahal Kecantikan sendiri seharusnya bersifat kultural dan
geografis di mana konsep kecantikan berbeda antar negara, antar dareah, antar
suku bangsa, dan antar budaya. Berkaitan dengan cantik Berscheid dan Walster
dalam (Synnot 2007:117) menjelaskaskan konsep kecantikan dan kekuatan makna
kecantikan dalam masyarakat. “Para siswa berfikir bahwa orang-orang yang berpenampilan baik umumnya lebih sensitif, baik hati,
menarik, kuat, cerdik, rapi, berjiwa sosial, ramah dan menyenangkan dari pada
orang-orang yang kurang baik.
Para siswa juga setuju bahwa mereka yang cantik
secara seksual lebih responsif dari pada mereka yang tidak menarik.” Dari penjabaran tersebut kita bisa mengetahui,
sebenarnya cantik lebih dipengaruhi bukan hanya tampilan luar yang memikat,
namun lebih kepada personality seorang
perempuan.
Kisah Canti
Hakiki
Saya
jadi teringat sebuah kisah kecil yang menakjubkan mengenai kecantikan
sebenarnya dari seorang wanita. Seorang guru biologi menceritakan pengalamannya
memasuki sebuah rumah sakit, ia menemui seorang perawat yang mempunyai warna
kulit sangat gelap dan tidak memakai make up. Namun perawat tersebut
memberikan senyuman yang sangat hangat dan tulus, seketika itu pudarlah aura
gelapnya dan terbetilah kecantikan yang sangat mempesona dari seorang wanita.
Sang perawat tersebut telah mengajarkan arti sederhana dari makna kecantikan
yang sesungguhnya melalui sebuah senyum yang tulus.
Kisah tersebut adalah representasi bahwa kecantikan seorang wanita
sebernanya terletak pada bagaimana wanita tersebut memancarkan aura yang
positif bagi orang lain. Namun wanita Indonesia mengalami kekeliriuan
mengkonstruksi kecantikan, sehingga mengesampingkan kecantikan dari dalam dan
mengutamakan polesan dari luar melalui make up.
Daftar Pustaka.
Kemenprin.
2016. Indonesia Lahan Subur Industri Kosmetik. http://kemenperin.go.id/artikel/5897/Indonesia-Lahan-Subur-Industri-Kosmetik (Di akses pada 17 April 2017)
Synnot. 2007. Anthony,
“Tubuh Sosial Simbolisme, Diri, dan Masyarakat”. Jalasutra, Yokyakarta 2007.